Saturday, January 12, 2013

Tokoh Pendidikan


Ki Hajar Dewantara

Suwardi Suryaningrat, demikian nama kecil Ki Hajar Dewantara adalah putera kedua dari KPH Suryaningrat (cucu Paku Alam III), lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889. Setelah genap 40 tahun ia diganti nama Ki Hajar Dewantara. Ia memasuki sekolah rendah Belanda dan kemudian pindah ke OSVIA di Magelang. Berbagai macam pekerjaan telah dicobanya. Dari menjadi pegawai pabrik gula di Banyumas, pindah menjadi pegawai di apotek Rathkamp (Raja Farma), kemudian menjadi wartawan dan memasuki gelanggang politik.
Beliau adalah seorang yang alim luas ilmu pengetahuanya dan tiada jemu-jemunya beliau menambah ilmu dan pengalamanya. Dimana saja ada kesempatan sambil menambah atau mencocokan ilmu yang telah diperolehnya. Observation lembaga pernah beliau datangi untuk mencocokan tentang ilmu hisab. 
Beliau ada keahlian dalam ilmu itu. Perantauanya kelauar pulau jawa pernah sampai ke Medan. Pondok pesantren yang besar-besar di Jawa pada waktu itu banyak dikunjungi. Beliau juga aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari zaman penjajahan Belanda. Ia adalah pendiri Perguruan Taman Siswa,suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi jelata untuk bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda.
Tanggal kelahirannya sekarang diperingati di Indonesia sebagai Hari Pendidikan Nasional. Bagian dari semboyan ciptaannya, tut wuri handayani, menjadi slogan Kementerian Pendidikan Nasional Indonesia. Namanya diabadikan sebagai salah sebuah nama kapal perang Indonesia, KRI Ki Hajar Dewantara. Potret dirinya diabadikan pada uang kertas pecahan 20.000 rupiah tahun emisi 1998. Ia dikukuhkan sebagai pahlawan nasional yang ke-2 oleh Presiden RI, Soekarno, pada 28 November 1959 (Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959)


A. Masa muda dan awal karier
Soewardi berasal dari lingkungan keluarga Keraton Yogyakarta. Ia menamatkan pendidikan dasar di ELS (Sekolah Dasar Eropa/Belanda). Kemudian sempat melanjut ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera), tapi tidak sampai tamat karena sakit. Kemudian ia bekerja sebagai penulis dan wartawan di beberapa surat kabar, antara lain, Sediotomo, Midden Java, De Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara. Pada masanya, ia tergolong penulis handal. Tulisan-tulisannya komunikatif dan tajam dengan semangat antikolonial.

B. Aktivitas pergerakan
Selain ulet sebagai seorang wartawan muda, ia juga aktif dalam organisasi sosial dan politik. Sejak berdirinya Boedi Oetomo (BO) tahun 1908, ia aktif di seksi propaganda untuk menyosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia (terutama Jawa) pada waktu itu mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara. Kongres pertama BO di Yogyakarta juga diorganisasi olehnya.
Soewardi muda juga menjadi anggota organisasi Insulinde, suatu organisasi multietnik yang didominasi kaum Indo yang memperjuangkan pemerintahan sendiri di Hindia Belanda, atas pengaruh Ernest Douwes Dekker (DD). Ketika kemudian DD mendirikan Indische Partij, Soewardi diajaknya pula.

C. Taman Siswa
Soewardi kembali ke Indonesia pada bulan September 1919. Segera kemudian ia bergabung dalam sekolah binaan saudaranya. Pengalaman mengajar ini kemudian digunakannya untuk mengembangkan konsep mengajar bagi sekolah yang ia dirikan pada tanggal 3 Juli 1922: Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa atau Perguruan Nasional Tamansiswa. Saat ia genap berusia 40 tahun menurut hitungan penanggalan Jawa, ia mengganti namanya menjadi Ki Hadjar Dewantara. Ia tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan supaya ia dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun jiwa.
Semboyan dalam sistem pendidikan yang dipakainya kini sangat dikenal di kalangan pendidikan Indonesia. Secara utuh, semboyan itu dalam bahasa Jawa berbunyi ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. ("di depan menjadi teladan, di tengah membangun semangat, dari belakang mendukung"). Semboyan ini masih tetap dipakai dalam dunia pendidikan rakyat Indonesia, terlebih di sekolah-sekolah Perguruan Tamansiswa.



PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA TENTANG PENDIDIKAN

Pada jaman kemajuan teknologi sekarang ini, sebagian besar manusia dipengaruhi perilakunyaoleh pesatnya perkembangan dan kecanggihan teknologi (teknologi informasi). 
Banyak orangterbuai dengan teknologi yang canggih, sehingga melupakan aspek-aspek lain dalamkehidupannya, seperti pentingnya membangun relasi dengan orang lain, perlunya melakukanaktivitas sosial di dalam masyarakat, pentingnya menghargai sesama lebih daripada apa yang berhasil dibuatnya, dan lain-lain.
Seringkali teknologi yang dibuat manusia untuk membantu manusia tidak lagi dikuasai olehmanusia tetapi sebaliknya manusia yang terkuasai oleh kemajuan teknologi. 
Manusia tidak lagi bebas menumbuhkembangkan dirinya menjadi manusia seutuhnya dengan segala aspeknya.Keberadaan manusia pada zaman ini seringkali diukur dari “to have” (apa saja materi yangdimilikinya) dan “to do” (apa saja yang telah berhasil/tidak berhasil dilakukannya) daripadakeberadaan pribadi yang bersangkutan (“to be” atau “being”nya).
Dalam pendidikan perluditanamkan sejak dini bahwa keberadaan seorang pribadi, jauh lebih penting dan tentu tidak  persis sama dengan apa yang menjadi miliknya dan apa yang telah dilakukannya. 
Sebab manusiatidak sekedar pemilik kekayaan dan juga menjalankan suatu fungsi tertentu. 
Pendidikan yanghumanis menekankan pentingnya pelestarian eksistensi manusia, dalam arti membantu manusialebih manusiawi, lebih berbudaya, sebagai manusia yang utuh berkembang (menurut Ki Hajar Dewantara menyangkut daya cipta (kognitif), daya rasa (afektif), dan daya karsa (konatif)).Singkatnya, “educate the head, the heart, and the hand !”Di tengah-tengah maraknya globalisasi komunikasi dan teknologi, manusia makin bersikapindividualis. 
Mereka “gandrung teknologi”, asyik dan terpesona dengan penemuan- penemuan/barang-barang baru dalam bidang iptek yang serba canggih, sehingga cenderungmelupakan kesejahteraan dirinya sendiri sebagai pribadi manusia dan semakin melupakan aspek sosialitas dirinya. 
Oleh karena itu, pendidikan dan pembelajaran hendaknya diperbaiki sehinggamemberi keseimbangan pada aspek individualitas ke aspek sosialitas atau kehidupankebersamaan sebagai masyarakat manusia. 
Pendidikan dan pembelajaran hendaknya jugadikembalikan kepada aspek-aspek kemanusiaan yang perlu ditumbuhkembangkan pada diri peserta didik.Ki Hajar Dewantara, pendidik asli Indonesia, melihat manusia lebih pada sisi kehidupan psikologiknya. 
Menurutnya manusia memiliki daya jiwa yaitu cipta, karsa dan karya.Pengembangan manusia seutuhnya menuntut pengembangan semua daya secara seimbang.
Pengembangan yang terlalu menitikberatkan pada satu daya saja akan menghasilkanketidakutuhan perkembangan sebagai manusia. 
Beliau mengatakan bahwa pendidikan yangmenekankan pada aspek intelektual belaka hanya akan menjauhkan peserta didik darimasyarakatnya. Dan ternyata pendidikan sampai sekarang ini hanya menekankan pada pengembangan daya cipta, dan kurang memperhatikan pengembangan olah rasa dan karsa. 
Jika berlanjut terus akan menjadikan manusia kurang humanis atau manusiawi.
Dari titik pandang sosio-anthropologis, kekhasan manusia yang membedakannya denganmakhluk lain adalah bahwa manusia itu berbudaya, sedangkan makhluk lainnya tidak berbudaya.
Maka salah satu cara yang efektif untuk menjadikan manusia lebih manusiawi adalah denganmengembangkan kebudayaannya. 
Persoalannya budaya dalam masyarakat itu berbeda-beda.Dalam masalah kebudayaan berlaku pepatah:”Lain ladang lain belalang, lain lubuk lainikannya.” Manusia akan benar-benar menjadi manusia kalau ia hidup dalam budayanya sendiri.
Manusia yang seutuhnya antara lain dimengerti sebagai manusia itu sendiri ditambah dengan budaya masyarakat yang melingkupinya.
Ki Hajar Dewantara sendiri dengan mengubah namanya ingin menunjukkan perubahan sikapnyadalam melaksanakan pendidikan yaitu dari satria pinandita ke pinandita satria yaitu dari pahlawan yang berwatak guru spiritual ke guru spiritual yang berjiwa ksatria, yang mempersiapkan diri dan peserta didik untuk melindungi bangsa dan negara. 
Bagi Ki Hajar Dewantara, para guru hendaknya menjadi pribadi yang bermutu dalam kepribadian dankerohanian, baru kemudian menyediakan diri untuk menjadi pahlawan dan juga menyiapkan para peserta didik untuk menjadi pembela nusa dan bangsa. Dengan kata lain, yang diutamakansebagai pendidik pertama-tama adalah fungsinya sebagai model atau figure keteladanan, barukemudian sebagai fasilitator atau pengajar. Oleh karena itu, nama Hajar Dewantara sendirimemiliki makna sebagai guru yang mengajarkan kebaikan, keluhuran, keutamaan. 
Pendidik atauSang Hajar adalah seseorang yang memiliki kelebihan di bidang keagamaan dan keimanan,sekaligus masalah-masalah sosial kemasyarakatan. 
Modelnya adalah Kyai Semar (menjadi perantara antara Tuhan dan manusia, mewujudkan kehendak Tuhan di dunia ini). 
Sebagai pendidik yang merupakan perantara Tuhan maka guru sejati sebenarnya adalah berwatak pandita juga, yaitu mampu menyampaikan kehendak Tuhan dan membawa keselamatan.Manusia merdeka adalah tujuan pendidikan Taman Siswa. Merdeka baik secara fisik, mental dankerohanian. 
Namun kemerdekaan pribadi ini dibatasi oleh tertib damainya kehidupan bersamadan ini mendukung sikap-sikap seperti keselarasan, kekeluargaan, musyawarah, toleransi,kebersamaan, demokrasi, tanggungjawab dan disiplin. 
Sedangkan maksud pendirian TamanSiswa adalah membangun budayanya sendiri, jalan hidup sendiri dengan mengembangkan rasamerdeka dalam hati setiap orang melalui media pendidikan yang berlandaskan pada aspek-aspek nasional. 
Landasan filosofisnya adalah nasionalistik dan universalistik. Nasionalistik maksudnyaadalah budaya nasional, bangsa yang merdeka dan independen baik secara politis, ekonomis,maupun spiritual. Universal artinya berdasarkan pada hukum alam (natural law), segala sesuatumerupakan perwujudan dari kehendak Tuhan. Prinsip dasarnya adalah kemerdekaan, merdekadari segala hambatan cinta, kebahagiaan, keadilan, dan kedamaian tumbuh dalam diri (hati)manusia. 
Suasana yang dibutuhkan dalam dunia pendidikan adalah suasana yang berprinsip padakekeluargaan, kebaikan hati, empati, cintakasih dan penghargaan terhadap masing-masinganggotanya. 
Maka hak setiap individu hendaknya dihormati; pendidikan hendaknya membantu peserta didik untuk menjadi merdeka dan independen secara fisik, mental dan spiritual; pendidikan hendaknya tidak hanya mengembangkan aspek intelektual sebab akan memisahkandari orang kebanyakan; pendidikan hendaknya memperkaya setiap individu tetapi perbedaanantara masing-masing pribadi harus tetap dipertimbangkan; pendidikan hendaknya memperkuatrasa percaya diri, mengembangkan hara diri; setiap orang harus hidup sederhana dan guruhendaknya rela mengorbankan kepentingan-kepentingan pribadinya demi kebahagiaan para peserta didiknya. Peserta didik yang dihasilkan adalah peserta didik yang berkepribadian
 merdeka, sehat fisik, sehat mental, cerdas, menjadi anggota masyarakat yang berguna, dan bertanggungjawab atas kebahagiaan dirinya dan kesejahteraan orang lain. 
Metode yang yangsesuai dengan sistem pendidikan ini adalah sistem among yaitu metode pengajaran dan pendidikan yang berdasarkan pada asih, asah dan asuh (care and dedication based on love). 
Yang dimaksud dengan manusia merdeka adalah seseorang yang mampu berkembang secara utuh danselaras dari segala aspek kemanusiaannya dan yang mampu menghargai dan menghormatikemanusiaan setiap orang. 
Oleh karena itu bagi Ki Hajar Dewantara pepatah ini sangat tepatyaitu “educate the head, the heart, and the hand”.Guru yang efektif memiliki keunggulan dalam mengajar (fasilitator); dalam hubungan (relasi dankomunikasi) dengan peserta didik dan anggota komunitas sekolah; dan juga relasi dankomunikasinya dengan pihak lain (orang tua, komite sekolah, pihak terkait); segi administrasisebagai guru; dan sikap profesionalitasnya. Sikap-sikap profesional itu meliputi antara lain:keinginan untuk memperbaiki diri dan keinginan untuk mengikuti perkembangan zaman. 
Maka penting pula membangun suatu etos kerja yang positif yaitu: menjunjung tinggi pekerjaan;menjaga harga diri dalam melaksanakan pekerjaan, dan keinginan untuk melayani masyarakat.
Dalam kaitan dengan ini penting juga performance/penampilan seorang profesional: secara fisik,intelektual, relasi sosial, kepribadian, nilai-nilai dan kerohanian serta mampu menjadi motivator.Singkatnya perlu adanya peningkatan mutu kinerja yang profesional, produktif dan kolaboratif demi pemanusiaan secara utuh setiap peserta didik.Akhirnya kita perlu menyadari bahwa tujuan pendidikan adalah memanusiakan manusia muda.Pendidikan hendaknya menghasilkan pribadi-pribadi yang lebih manusiawi, berguna dan berpengaruh di masyarakatnya, yang bertanggungjawab atas hidup sendiri dan orang lain, yang berwatak luhur dan berkeahlian. Semoga!

•        Kelemahan dan kelebihan model kepemimpinannya

Karena pendirian dan sikapnya yang tegas menentang penjajah Belanda, Ia dan teman-temannya dibuang diluar Jawa,termasuk juga Cipta Mangunkusuma, dibuang di Bandaria, Dr.Ernest Francois Eugene Deuwes Dekker diasingkan ke Timor Kupang, sedang Ia sendiri harus menjalani pengasingan ke Bangka. 
Kemudian ketiganya dibuang ke Belanda,disitulah Suwardi Suryaningrat memperdalam soal-soal pendidikan.
Pada tahun 1919 ia dikembalikan ke Indonesia (oleh Pemerintah Belanda), kembali ketanah air tetap meneruskan perjuangannya. 
Beliau menjabat sebagai Sekretaris Pedoman Besar NIP(National Indische Partij) dan juga sebagai redaktur surat kabar De Beweging, Persatuan dan Penggugah. Dua tahun kemudian ia menjabat guru sekolah Adidharma,suatu perguruan yang didirikan oleh kakaknya sendiri yang bernama Raden Mas Suryapranata. 
Pada tanggal 3 Juli 1922 Suwardi Suryaningrat mendirikan yayasan Perguruan Nasional taman siswa, di Yogyakarta. 
Pada permulaannya, didirikannya Taman Indria (TK) dan kursus guru. 
Kemudian dalam perkembangannya dikuti dengan didirikannya Taman Muda (Sekolah Dasar) dan pada tanggal 7 Juli 1924 didirikanlah bagian Mulo-Kweekschool (Taman Dewasa merangkap taman guru). 
Lama pelajaran tingkat ini adalah 4 tahun setelah Taman Muda. Demikianlah lembaga- lembaga pendidikan yang didirikannya semakin meluas dan berkembang, sehingga Taman Siswa mempunyai taman Indria,Taman Muda, Taman Dewasa, Taman Madya, Taman Guru, Pra Sarjana dan Sarjana Wiyata.
Pada tanggal 3 februari 1928, genap berusia 40 tahun, ia berganti nama yang kemudian menjadi sangat tenar.

Sumber:







No comments:

Post a Comment