Monday, May 11, 2015

UU NO.19 TAHUN 2002 : MENGENAI HAK CIPTA

Undang-Undang No.19 Tahun 2002

Di Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta, yaitu yang berlaku saat ini, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Dalam undang-undang tersebut, pengertian hak cipta adalah “hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku” (pasal 1 butir 1). Undang-undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta terdiri, dari 15 bab, 78 pasal. Adapun inti dari tiap bab, antara lain:

Bab I           : Ketentuan Umum (pasal 1)

Bab II          : Lingkup Hak Cipta (pasal 2-28)

Bab III         : Masa Berlaku Hak Cipta (pasal 29-34)

Bab IV         : Pendaftaran Ciptaan (pasal 35-44)

Bab V          : Lisensi (pasal 45-47)

Bab VI         : Dewan Hak Cipta (pasal 48)

Bab VII        : Hak Terkait (pasal 49-51)

Bab VIII       : Pengelolaan Hak Cipta (pasal 52-53)

Bab IX         : Biaya (pasal 54)

Bab X          : Penyelesaian Sengketa (pasal 55-66)

Bab XI         : Penetapan Sementara Pengadilan (pasal 67-70)

Bab XII        : Penyidikan (pasal 71)

Bab XIII       : Ketentuan Pidana (pasal 72-73)

Bab XIV       : Ketentuan Peralihan (pasal 74-75)

Bab XV        : Ketentuan Penutup (pasal 76-78)

Inti dari UU No.19 Tahun 2002
UU ini dengan kuat melindungi ciptaan dan kepentingan pemiliknya. Mari pahami UU ini agar kita dapat membuat keputusan yang tepat dan terhindar dari tindakan yang kontra produktif.

Intinya adalah:

UU No. 19/2002 ini sangat melindungi setiap ciptaan, di mana hak atas karya cipta sudah melekat pada hasil karya begitu ia diciptakan. Sehingga tidak perlu lagi didaftarkan seperti UU sebelumnya. Hanya masalah pembuktian saja jika ada pelanggaran hukum.
Hak Cipta berlaku pada ciptaan yang sudah dipublikasikan maupun belum/tidak dipublikasikan, dalam bentuk dan media apapun, termasuk bentuk dan media elektronik, dan ini artinya termasuk situs web.
Pelanggaran hak cipta digolongkan sebagai tindak pidana, bukan lagi perdata. Sehingga dia bukan lagi merupakan delik aduan yg harus menunggu laporan seseorang yang dirugikan. Tapi seperti halnya maling ayam, begitu ketahuan, siapapun boleh melaporkannya atau jika polisi kebetulan memergoki bisa langsung ditindak.
Sangsi bagi pelanggaran hak cipta cukup berat: penjara hingga 7 tahun dan/atau denda hingga 5 milyar Rupiah! Perhatikan kata “dan/atau”, jadi sangsi ini bisa berlaku dua-duanya.
Hak cipta berlaku selama hidup Pencipta dan terus berlangsung hingga 50 tahun setelah Pencipta meninggal dunia.
Ciptaan yang dillindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup:
1)     buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain.

2)     ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu.

3)     alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan.

4)     lagu atau musik dengan atau tanpa teks.

5)     drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim.

6)     seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan.

7)     arsitektur.

8)     peta.

9)     seni batik.

10)fotografi.

11)sinematografi.

12)terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.

Lingkup Hak Cipta
BAB II

LINGKUP HAK CIPTA

Pasal 2

(1)   Hak cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak cipnyataannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ketentuan Pidana
BAB XIII

KETENTUAN PIDANA

Pasal 72

(1)   Barangsiapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(2)   Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagai dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(3)   Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu Program Komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(4)   Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 17 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(5)   Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 19, Pasal 20, atau Pasal 49 aya t (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

(6)   Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau Pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

(7)   Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

(8)   Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

(9)   Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).

PENDAPAT :

menurut saya uu no.19 tahun 2002 sudah cukup jelas bahwasanya hak cipta sudah dijamin perlindunganya semenjak suatu hasil karya dibuat, jadi bagi siapa saja yang berhasil membuat suatu karya tidak perlu kawatir lagi akan pembajakan. dalam hal ini hak cipta tersebut berbentuk fisik maupun non fisik dengan tujuan pendidikan, atau seni. bagi siapa yang melanggar sudah jelas hukumanya baik hukum pidana tau denda berdasarkan jumlah yang sudah diperhitungkan.

tetap yang sangat disayangkan adalah kurang tegasnya penegak hukum zaman sekarang ini dalam menindak kasus pembajakan, terlebih lagi perlindungan hak cipta hanya berlaku semasa penciptanya masih hidup dan sampai 50 tahun terhitung semenjak penciptanya meninggal. sehingga setelah batas waktu yang ditentukan, hak cipta tersebut akan diserahkan ke badan pengelola hak cipta, bisa dikatakan kemungkinan hak cipta tersebut disalahgunakan sangat besar sekali ditamah kurang tegasnya pemerintah.
jadi kesimpulanya uu no.19 tahun 2002 cukup menguntungkan tapi lebih  banyak kerugianya.

SUMBER :  http://indrinovii.blogspot.com/2014/04/undang-undang-no-19-tahun-2002-tentang.html

UU No.36 TAHUN 1999 : MENGENAI TELEKOMUNIKASI

UU No.36 Tentang Telekomunikasi
Penjelasan UU No.36 Tentang Telekomunikasi
Undang-undang Nomor 36 Tahun tentang Telekomunikasi, pembangunan dan penyelenggaraan telekomunikasi telah menunjukkan peningkatan peran penting dan strategis dalam menunjang dan mendorong kegiatan perekonomian, memantapkan pertahanan dan keamanan, mencerdaskan kehidupan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintah an, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka wawasan nusantara, dan memantapkan ketahanan nasional serta meningkatkan hubungan antar bangsa. Perubahan lingkungan global dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang berlangsung sangat cepat mendorong terjadinya perubahan mendasar, melahirkan lingkungan telekomunikasi yang baru, dan perubahan cara pandang dalam penyelenggaraan telekomunikasi, termasuk hasil konvergensi dengan teknologi informasi dan penyiaran sehingga dipandang perlu mengadakan penataan kembali penyelenggaraan telekomunikasi nasional.

Tujuan Penyelenggaraan Telekomunikasi

Tujuan penyelenggaraan telekomunikasi yang demikian dapat dicapai, antara lain, melalui reformasi telekomunikasi untuk meningkatkan kinerja penyelenggaraan telekomunikasi dalam rangka menghadapi globalisasi, mempersiapkan sektor telekomunikasi memasuki persaingan usaha yang sehat dan profesional dengan regulasi yang transparan, serta membuka lebih banyak kesempatan berusaha bagi pengusaha kecil dan menengah. Dalam pembuatan UU ini dibuat karena ada beberapa alasan,salah satunya adalah bahwa pengaruh globalisasi dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang sangat pesat telah mengakibatkan perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap telekomunikasi dan untuk manjaga keamanan bagi para pengguna teknologi informasi.

Berikut adalah beberapa pengertian yang terdapat dalam UU No. 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi:

1. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik Iainnya;

2. Alat telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam bertelekomunikasi;

3. Perangkat telekomunikasi adalah sekelompok alat telekomunikasi yang memungkinkan bertelekomunikasi;

4. Sarana dan prasarana tetekomunikasi adalah segala sesuatu yang memungkinkan dan mendukung berfungsinya telekomunikasi;

5. Pemancar radio adalah alat telekomunikasi yang menggunakan dan memancarkan gelombang radio;

6. Jaringan telekomunikasi adalah rangkaian perangkat telekomunikasi dan kelengkapannya yang digunakan dalam bertelekomunikasi;

7. Jasa telekomunikasi adalah layanan telekomunikasi untuk memenuhi kebutuhan bertelekomunikasi dengan menggunakan jaringan telekomunikasi;

8. Penyelenggara telekomunikasi adalah perseorangan, koperasi, badan usaha milik daerah, badan usaha milik negara, badan usaha swasta, instansi pemerintah, dan instansi pertahanan keamanan negara;

9. Pelanggan adalah perseorangan, badan hukum, instansi pemerintah yang menggunakan jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi berdasarkan kontrak;

10. Pemakai adalah perseorangan, badan hukum, instansi pemerintah yang menggunakan jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi yang tidak berdasarkan kontrak;

11. Pengguna adalah pelanggan dan pemakai;

12. Penyelenggaraan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan pelayanan telekomunikasi sehingga memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;

13. Penyelenggaraan telekomunikasi khusus adalah penyelenggaraan telekomunikasi yang sifat, peruntukan, dan pengoperasiannya khusus;

14. Interkoneksi adalah keterhubungan antarjaringan telekomunikasi dan penyelenggara jaringan telekomunikasi yang berbeda;

15. Menteri adalah Menteri yang ruang Iingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi.

Keterbatasan UU Telekomunikasi Dalam Mengatur Penggunaan Teknologi Informasi (UU ITE)

Berikut adalah salah satu contoh pasal yang terdapat pada Undang-Undang No 36 Tahun 1999:

Menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No 36 Tahun 1999, Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan/atau penerimaan dan setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya.

Dari definisi tersebut, maka kita simpulkan bahwa Internet dan segala fasilitas yang dimilikinya merupakan salah satu bentuk alat komunikasi karena dapat mengirimkan dan menerima setiap informasi dalam bentuk gambar, suara maupun film dengan sistem elektromagnetik.

Penyalahgunaan Internet yang mengganggu ketertiban umum atau pribadi dapat dikenakan sanksi dengan menggunakan Undang-Undang ini, terutama bagi para hacker yang masuk ke sistem jaringan milik orang lain sebagaimana diatur pada Pasal 22, yaitu Setiap orang dilarang melakukan perbuatan tanpa hak, tidak sah, atau memanipulasi:

a) Akses ke jaringan telekomunikasi
b) Akses ke jasa telekomunikasi
c) Akses ke jaringan telekomunikasi khusus

PENDAPAT :
menurut saya uu no.36 tahun 1999 sangat jelas sekali menguntungkan dalam berbagai hal baik itu dibidang ekonomi, contohnya dalam mempercepat transaksi di berbagai daerah perkembangan teknologi komunikasi turut andil agar proses tersebut berjalan dengan lancar. lalu seperti yang sebutkan bahwa pengguna telekomunikasi adalah mereka (perseorangan, badan hukum, pemerintah dan jasa telekomunikasi) artinya tidak ada satupun batasan dalam menggunakan perangkat telekomunikasi terhadap pihak tertentu, semuanya bebas dalam artian masih diatur standar penggunaanya. Dalam penggunaan gelombang berdasarkan jenis gelombang pada jenis telekomunikasi.
demikian juga dengan internet, internet termasuk dalam sarana telekomunikasi yang sekarang ini telah mendominasi ke seluruh penjuru dunia, terbentuk dari sebuah jaringan yang saling terhubung satu sama lain dari satu negara ke negara lain, dengan adanya uu no.36 tentu penggunaan internet sebagai media telekomunikasi menjadi lebih baik. sehingga dapat dikatakan uu no.36 tahun 1999 menguntungkan dalam majunya perkembangan IT.
SUMBER : http://silvergrey23.blogspot.com/2012/04/uu-no36-tentang-telekomunikasi.html

CYBERLAW : PERBANDINGAN INDONESIA , SINGAPURA, DAN JEPANG


PENGERTIAN CYBERLAW


Definisi cyber law yang diterima semua pihak adalah milik Pavan Dugal dalam bukunya Cyberlaw The Indian Perspective (2002). Di situ Dugal mendefinisikan “Cyberlaw is a generic term, which refers to all the legal and regulatory aspects of Internet and the World Wide Wide. Anything concerned with or related to or emanating from any legal aspects or issues concerning any activity of netizens and others, in Cyberspace comes within the amit of Cyberlaw“. Disini Dugal mengatakan bahwa Hukum Siber adalah istilah umum yang menyangkut semua aspek legal dan peraturan Internet dan juga World Wide Web. Hal apapun yang berkaitan atau timbul dari aspek legal atau hal-hal yang berhubungan dengan aktivitas para pengguna Internet aktif dan juga yang lainnya di dunia siber, dikendalikan oleh Hukum Siber.

CYBERLAW DI INDONESIA
Perkembangan teknologi informasi pada umumnya dan teknologi internet pada khususnya telah mempengaruhi dan setidak-tidaknya memiliki keterkaitan yang signifikan dengan instrumen hukum positif nasional :
  1. UU perlindungan konsumen
  2. Hukum Perdata Materil dan Formil
  3. UU No. 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
  4. UU No. 10 Tahun 1998 Jo. UU No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan
  5. UU No. 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran
  6. UU No. 15 Tahun 2001 Tentang Merk
  7. UU Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
  8. UU No. 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang
  9. UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
  10. UU No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia
  11. UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
  12. UU No. 14 Tahun 2001 Tentang Paten
  13. UU No. 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri
  14. UU No. 8 Tahun 1997 Tentang Dokumen Perusahaan
  15. UU No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman
  16. Keterkaitan Regulasi dan Forum Penyelesaian Sengketa dengan Hukum Siber
  17. UU No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
  18. UU No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal

CYBERLAW DI SINGAPURA
ETA telah ada sejak 10 Juli 1998 untuk menciptakan kerangka yang sah tentang undang-undang untuk transaksi perdagangan elektronik di Singapore yang memungkinkan bagi Menteri Komunikasi Informasi dan Kesenian untuk membuat peraturan mengenai perijinan dan peraturan
Otoritas sertikasi di Singapura.
Tujuan ETA
  1. Memudahkan komunikasi elektronik atas pertolongan arsip elektronik yang dapat dipercaya
  2. Memudahkan perdagangan elektronik,
  3. yaitu menghapuskan penghalang perdagangan elektronik yang tidak sah atas penulisan dan persyaratan tandatangan, dan untuk mempromosikan pengembangan dari undang-undang dan infrastruktur bisnis diperlukan untuk menerapkan menjamin / mengamankan perdagangan elektronik;
  4. Memudahkan penyimpanan secara elektronik tentang dokumen pemerintah dan perusahaan
  5. Meminimalkan timbulnya arsip alektronik yang sama (double), perubahan yang tidak disengaja dan disengaja tentang arsip, dan penipuan dalam perdagangan elektronik, dll;
  6. Membantu menuju keseragaman aturan, peraturan dan mengenai pengesahan dan integritas dari arsip elektronik; dan Mempromosikan kepercayaan, integritas dan keandalan dari arsip elektronik dan perdagangan elektronik, dan untuk membantu perkembangan dan pengembangan dari perdagangan elektronik melalui penggunaan tandatangan yang elektronik untuk menjamin keaslian dan integritas surat menyurat yang menggunakan media elektronik.
Didalam ETA mencakup :
  1. Kontrak Elektronik, Kontrak elektronik ini didasarkan pada hukum dagang online yang dilakukan secara wajar dan cepat serta untuk memastikan bahwa kontrak elektronik memiliki kepastian hukum.
  2.  Kewajiban Penyedia Jasa Jaringan, Mengatur mengenai potensi / kesempatan yang dimiliki oleh network service provider untuk melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti mengambil, membawa, menghancurkan material atau informasi pihak ketiga yang menggunakan jasa jaringan tersebut. Pemerintah Singapore merasa perlu untuk mewaspadai hal tersebut.
  3. Tandatangan dan Arsip elektronik, Hukum memerlukan arsip/bukti arsip elektronik untuk menangani kasus-kasus elektronik, karena itu tandatangan dan arsip elektronik tersebut harus sah menurut hukum.
Di Singapore masalah tentang privasi,cyber crime,spam,muatan online,copyright,kontrak elektronik sudah ditetapkan.Sedangkan perlindungan konsumen dan penggunaan nama domain belum ada rancangannya tetapi online dispute resolution sudah terdapat rancangannya.
CYBERLAW DI JEPANG

Act for the protection of computer processed personal data held by administrative organs.
(tindakan perlindungan terhadap komputer yang memproses data personal dibawah organisasi administrasi)
Certification authority guidelines.
(pedoman dalam sertifikasi hak akses)
Code of ethics of the information processing society
(lembaga pemrosesan informasi kode etika ).
General ethical guidelines for running online services.
(panduan etika umum untuk menjalankan pelayanan online)
Guidelines concerning the protection of computer processed personal data in the private sector.
(pedoman yang menyangkut perlindungan terhadap komputer pemroses data personal pada sektor pribadi)
Guidelines for protecting personal data in electronic network management.
(pedoman dalam perlindungan data personal di dalam manajemen jaringan elektronik)
Recommended etiquette for online service users.
(tata cara yang dianjurkan kepada pengguna pelayanan online)
Guidelines for transactions between virtual merchants and consumers.
(pedoman untuk transaksi online antara konsumen dan pedagang)
SUMBER :